SELAMAT JALAN SANG THE LEGEND "Maharun Situmeang"

SELAMAT JALAN SANG LEGENDA

Suatu malam, di  penggal awal 1980 di Kota Madrid, Spanyol, tiga anak muda Batak berdiri tegang bagai matador pemula yang akan bertarung dengan banteng liar di arena Las Ventas. Tiga anak muda itu ragu, apa iya, lagu Batak yang akan mereka nyanyikan akan mendapat apresiasi masyarakat Spanyol, negeri yang terkenal dengan irama Latinnya itu?

Tak disangka dan tak diduga seisi ruangan tiba-tiba gemuruh saat tiga anak muda Batak itu menyanyikan “Situmorang Na Bonggal” karya Nahum Situmorang. Masyarakat Spanyol yang hadir malam itu, sebagian besar adalah pejabat pemerintah dan diplomat berdecak kagum, bahkan banyak yang bertepuk tangan sembari standing applause. Tiga anak muda Batak itu semakin percaya diri. Beberapa lagu Batak mengalir dan mendapat sambutan meriah. Mungkin, masyarakat Spanyol itu berpikir, lagu, dan penyanyi ini datang dari planet mana?

Tiga anak muda Batak itu adalah Harun Situmeang, Asito Situmeang, dan Thomson Napitupulu, yang menamakan diri Melody Trio. Kala itu, mereka tergabung dalam Tim Kesenian Indonesia dalam lawatan ke beberapa negara Eropah, Semenanjung Korea, dan Timur Tengah.

Keesokan harinya penampilan Melody Trio terpampang di salah satu surat kabar Madrid dengan segala pujian.  Salah seorang produser rekaman yang hadir malam itu, melalui  Duta Besar Indonesia di Spanyol meminta Melody Trio menyanyikan “Andorgotillo” ––salah satu lagu yang dinyanyikan malam itu–– untuk direkam dalam sebuah album produksi sang produser. Rencana itu batal karena Tim Kesenian Indonesia segera melanjutkan lawatannya ke Timur Tengah.

Peristiwa itu sangat melekat dalam bilik ingatan Harun. Ia adalah salah satu dari beberapa penyanyi Batak yang menjadi pelaku sekaligus saksi bagaimana lagu-lagu Batak, dan penyanyi Batak itu sangat dikagumi di manca negara. Khususnya pada era 70-an sampai dengan 80-an, penyanyi dan lagu Batak kerap diundang ke Istana Negara pada jamuan makan tamu negara, menjadi duta kesenian Indonesia ke manca negara, serta mengisi hiburan di restoran dan hotel elite di Ibukota, bahkan di negara tetangga.

Sang legenda, kini tiada. Kabar duka menyebar lewat medsos, bahwa Harun telah menutup mata tuk selamanya pada Jumat, 13 April 2018, sekitar pukul 11.15 WIB, di Jakarta. Dalam beberapa bulan terakhir pria ramah dan gagah, bersuara bariton, ini didera sakit sampai dirawat di rumah sakit. Ia meninggal 17 hari sebelum ulang tahunnya yang ke-67 pada 30 April nanti. 

Thomson Napitupulu, yang belakangan ini berdiam di Bali dan sesekali kembali ke Perancis tak kuasa menahan tangis mendengar sahabatnya itu telah meninggal dunia. Sore harinya, Thomson tiba di bandara Soekarno-Hatta. “Dia sahabat yang baik. Kami bertiga (maksudnya dengan Harun dan Asito) sudah seperti bersaudara. Kami berteman sejak masih anak muda, bahkan sebelum Melody Trio terbentuk” kata Thomson kepada penulis lewat telepon.

Ya, di usia mereka yang menjelang senja, ketiga sahabat ini selalu temu darat  saat Thomson berkunjung ke Jakarta. Sungguh pertemanan yang mengesankan. “Terlalu banyak kenangan yang indah maupun pahit kami alami sejak dulu, itulah yang membuat pertemanan kami abadi sampai sekarang,” tambah Thomson yang menyebut Harun seorang seniman yang komit terhadap profesi, suka mendengar, disiplin, dan penuh empati.

PALOMA NEWS

PALOMA NEWS
DAPATKAN INFO TERBARU

Sedianya, menurut Thomson, ia dan seniman Batak yang tergabung dalam PARBI (Persatuan Artis Batak Indonesia) akan menggelar acara “Tribute to Harun Situmeang” di Royal Resto, Jln. Pemuda, Jakarta Timur, pada 7 Mei nanti. “Harun sudah pergi untuk selamanya sebelum acara penghormatan terhadap dia dilaksanakan,” tukas Thomson dengan suara terbata. 

Perkenalan saya dengan Harun bermula di Gemini Studio, Jakarta Selatan, sekitar tahun 1997.  Sebelumnya, selama di Medan saya sudah akrab dengan nama Harun dan Melody Trio. Dalam pertemuan pertama itu kami terlibat dalam diskusi panjang perihal industri musik pop Batak.

Pertemuan kami selanjutnya berlangsung intens dalam berbagai kegiatan hiburan lagu-lagu Batak dan acara Batak lainnya di mana ia kerap hadir sebagai MC sekaligus penyanyi. Pada tahun 2006 saya melibatkan Harun sebagai narator dan penyanyi lagu “Tano Batak” pada VCD Dokumenter Profil Kabupaten Tapanuli Utara (kala itu, bupatinya adalah Torang Lumbantobing). Suaranya memang khas, yang bariton itu, dengan aksentuasi tertata pada barisan kata dan kalimat. 

Sebelumnya, pada tahun 1998 saya pernah bertandang ke kediaman Harun di kawasan Bekasi, dan melakukan serangkaian wawancara perihal perjalanan hidup dan karirnya sebagai penyanyi Batak, sebagaimana saya sarikan dalam postingan ini. Ia didampingi istri tercinta, Rumita br Sirait dan putri mereka, Esrawaty br Situmeang.  

GURU SEKOLAH MINGGU

Harun Situmeang terlahir dengan nama babtis Maharun Situmeang di Desa Lumban Pinasa, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, 30 April 1951. Ia adalah anak kedua dari enam bersaudara, putra pasangan Guru Mathias Situmeang dan Emma br Sihombing. Dari kecil, Harun yang dikenal sudah pintar menyanyi tak pernah bermimpi atau bercita-cita menjadi penyanyi.  “Ayah selalu membiasakan kami ke hal-hal rohani, seperti menyanyikan lagu-lagu gereja saat akan berangkat tidur,” kenangnya.

Sang ayah meninggal dunia saat Harun masih duduk di kelas 5 SD. Semenjak itu ia tinggal bersama famili dekatnya di Medan dan menamatkan pendidikan SD-nya di sana lalu melanjut ke SMP St Thomas  kemudian ke STM GB Yosua. Sejak kelas 5 SD itu Harun sudah aktif sebagai guru sekolah minggu di Medan. Saat duduk di kelas 2 SMP, ia pernah menjuarai lomba menyanyi tingkat SMP Katolik se-Kodya Medan. Menggali kemampuan sebagai penyanyi berjalan alamiah sampai kemudian Harun merantau ke Jakarta awal tahun 1970-an. 

BERMULA DARI PUNGUAN NAPOSOBULUNG SIHOMBING

Tiba di Jakarta  Harun  diterima bekerja di PT Titik Barat, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi besi. Saat ikut berguyub di Punguan Naposobulung Sihombing, Anak, Boru, Bere se-Jabodetabek, ia bertemu dengan Johny Sihombing dan Maruli Sihombing. Mereka bertiga sepakat membentuk The Shion Trio. Pada tahun 1974 The Shion Trio didapuk menyanyi di Pardede Hotel dan Bamboden Restaurant (milik Mr Bleszinsky, ayah artis Tamara Bleszinsky). Pada tahun 1975 The Shion Trio menjadi penyanyi tetap di Kartika Plaza Hotel. Mr Krimler, GM Kartika Plaza Hotel yang berkebangsaan Swedia, sempat membawa The Shion Trio menyanyi di Merlin Hotel Malaysia, selama satu setengah tahun.

Ada yang unik dari Shion Trio karena pada setiap penampilannya hanya diiringi sebuah gitar yang dimainkan Maruli Sihombing. Pada pertemuan PATA yang diikuti sejumlah negara di Malaysia penampilan mereka yang unik itu menjadi pusat perhatian, apalagi, begitu serunya, meski senar gitar terputus dan hanya tinggal dua tidak membuat Harun Cs kehilangan akal menuntaskan penampilan mereka.

The Shion Trio pernah jadi gambar sampul  Aktuil, salah satu majalah musik ternama pada era 1970-an. Sondang PN dan Remy Silado yang menurunkan reportase tentang mereka juga mengutip komentar Frans Seda, Menteri Perhubungan kala itu. The Shion Trio pun tak mau canggung saat tampil sepanggung dengan The Platters (yang terkenal dengan lagu “Only You”) di salah satu hotel berbintang di Jakarta.

Pada tahun 1977 The Shion Trio berubah nama menjadi The Shion VG dengan bergabungnya Maruasas dan Bona Sianturi. Ketika di awal berdirinya Hotel Borobudur acap mendatangkan penyanyi asing maka hotel anggota Grup Intercontinental, itu senantiasa menghadirkan The Shion VG sebagai penampil lokal. Manajemen Grup Intercontinental pun membawa The Shion VG mempromosikan Hotel Borobudur ke hotel-hotel milik grup tersebut seperti ke Malaysia, Singapura, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.

The Shion VG bubar pada tahun 1978. Ketika itu Harun sudah aktif menyanyi di TVRI. Dengan tampang yang gagah keren, Harun bahkan pernah tampil sebagai peragawan  bersama  Harry Chapri, Titi Qadarsih, dan Petty Tanjung Sari. Tidak lama berselang Harun membentuk Budhas Kwartet bersama Daulat Hutagaol, Lince Sinaga (kemudian digantikan Vera Caloni Hutabarat), dan Agus Julianto. Kwartet ini sempat merilis satu album Pop Indonesia. Joop Ave (Menparpostel pada Kabinet Pembangunan VI) yang kala itu menjabat Kepala Urusan Rumah Tangga Kepresidenan yang acap menyaksikan penampilan The Shion Trio mulai mengajak Budhas Kwartet tampil menghibur tamu negara.

DUTA INDONESIA

Boleh dikatakan kiprah Harun di dunia musik semakin mengkilap usai membentuk Melody Trio pada awal 1980-an bersama Asito Situmeang dan Thomson Napitupulu. Selain rutin menyanyi di Kings Coffee, mereka pun kerap diundang menyanyi di Istana Negara atau duta Indonesia ke berbagai negara dalam rangka misi kesenian dan promosi pariwisata. Antara lain ke Eropah, Semenanjung Korea, dan Timur Tengah.

Thomson meninggalkan Melody Trio karena menetap di Perancis setelah menikah dengan Ghislaine, gadis negara biru itu. Melody Trio berganti nama menjadi Melody King Plus dengan bergabungnya Murad Sipahutar dan Vera Caloni Hutabarat. Melody King Plus ditambah Jens Butarbutar masuk dapur rekaman dengan hits  “Burjudo Inong Panggantimi” (Ciptaan Drs Jujung Panjaitan). Grup tersebut kembali ke formasi trio yaitu Melody King (Harun, Asito, dan Jens) yang pada tahun 1986 menjuarai Lomba Vokal Group memperebutkan Piala Ibu M Panggabean.

Kembali dari Vietnam dalam kunjungan persahabatan ABRI dengan Angkatan Bersenjata Vietnam pada tahun 1989, Melody King akhirnya melepas kepergian Jens yang bergabung ke Amigos Band. Posisinya digantikan Robert Butarbutar tatkala Melody King melawat ke Bombay dan New Delhi, India, pada tahun 1993.

Harun pernah meluapkan obsesinya memajukan Pop Batak lewat Topa Gitara King pada tahun 1992. Sayang, perusahaan rekaman itu hanya seumur jagung, redup kemudian tutup pada tahun 1995. “Saya memang gagal. Saya lemah di bidang manajemen. Dunia saya bukan di sana,” ujarnya.

Ada juga benarnya, sebab ada yang mengatakan bahwa Harun tidak bisa membedakan urusan seni dengan bisnis. Misalnya, Harun suka menaikkan honor pencipta lagu dan penyanyi lebih dari yang biasa diterapkan produser lain. Harun tidak pernah menyesali kebijakan itu. “Semestinya memang demikian. Wajar, mereka mendapatkan honor lebih,” katanya.

Di usia senjanya Harun tetap meniti karir di panggung musik sembari tampil sebagai MC pada kegiatan musik dan acara Batak di Ibukota. Menurut Thomson, bersama Harun dan Asito sudah ada rencana merilis album perdana Melody Trio. Sayang, rencana itu tak kesampaian. Harun telah berpulang meningglkan duka dan sedih di batin orang-orang yang mencintainya.

Selamat jalan Harun Situmeang.

Ditulis oleh: Antoni Antra Pardosi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik lagu-Toga Sinaga

Lirik lagu Sasidere Kubiri

Lirik lagu-KU TAK RELA